MIE MBAH WITO-JAWA BANGET ,KALDU AYAM KAMPUNG

Mi Jawa Incaran Pejabat
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Suasana di Warung Bakmi Mbah Wito di Dusun Kemoro Sari, Desa Piyaman, Wonosari, Gunung Kidul.

Kamis, 15 Oktober 2009 | 11:14 WIB

Pejabat pemerintahan dari tingkat pusat yang pernah bertandang ke wilayah Gunung Kidul, DI Yogyakarta, biasanya punya warung andalan untuk mencicipi menu tradisional. Warung mi jawa Mbah Wito adalah salah satunya.

Warung ini pernah dikunjungi Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto yang berburu cita rasa khas Gunung Kidul. Susilo Bambang Yudhoyono sebelum menjabat presiden pun dikabarkan pernah mampir ke warung Mbah Wito. Kehadiran Pak SBY memang tidak mengherankan karena Gunung Kidul merupakan wilayah yang harus dilalui jika pulang kampung ke Pacitan. Lebih tidak mengherankan lagi karena mi jawa olahan Mbah Wito memang sangat cocok di lidah.

Pejabat di jajaran pemerintahan Kabupaten Gunung Kidul juga menggandrungi masakan Mbah Wito yang bernama lengkap Suwito Rejo. Mbah Wito sering kali terpaksa menutup warungnya di Dusun Kemoro Sari I, Desa Piyaman, Wonosari, ketika harus melayani permintaan prasmanan di Kantor Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul.

Rahasia kelezatan bakmi jawa Mbah Wito, menurut si pemilik nama, justru terletak pada gurihnya kaldu ayam yang menyiram mi. Empat ayam jawa pilihan direbus dengan seperempat kilogram udang basah dan seperempat kilogram gula batu.

Udang memberi rasa gurih sedangkan gula batu menyajikan keaslian rasa manis dari batang tebu. Rasa gurih manis pun tercipta di kuali kaldu ayam Mbah Wito. ”Jika kaldu apik, seluruh masakan ikut menjadi apik,” kata Mbah Wito (83) di warungnya, Kamis (8/10).

Hal tersulit dari penyediaan bahan olahan mi jawa adalah mencari ayam kampung, atau dikenal juga dengan istilah ayam jawa, yang tepat. Ayam jawa pilihan haruslah ayam betina produktif yang sudah uritan atau sedang akan bertelur.

Jika telah dimasak, butiran kecil telur yang belum bercangkang menambah gurih sekaligus mempertajam rasa kaldu. Resep bakmi jawa ini telah dipraktikkan Mbah Wito sejak zaman sebelum kemerdekaan.

Untuk menambah rasa gurih, Mbah Wito hanya menambahkan garam, bawang merah, dan bawang putih. Dia mengaku menghindari pencampuran aneka bumbu, seperti kemiri, yang justru membuyarkan rasa. Bahan mi yang dia gunakan malahan tidak spesial. Mi dari tepung beras tersebut merupakan produk pabrikan yang banyak dijumpai di pasaran.

Sejak pukul 05.00, Mbah Wito dengan dibantu anaknya, Ngadenin (57), dan menantunya, Tukinem (53), sudah mencari bahan olahan, terutama ayam dan sayur, ke pasar. Untuk bumbu-bumbu, beberapa pedagang sudah memasok langsung ke rumah mereka.

Pada pukul 10.00, seluruh bumbu racikan sudah siap. Mbah Wito dan keluarga beristirahat sebelum warung dibuka setiap malam pukul 17.30-22.00, kecuali jika ada kepentingan keluarga. Saat ini Mbah Wito lebih banyak berperan meracik bumbu, sedangkan anak dan menantunya memasak mi jawa itu.

Penyajian satu porsi mi jawa yang dijual Rp 7.000 ini tidak menyedot waktu lama. Dengan minimal dua orang pemasak, sepiring mi sudah tersaji dalam lima menit. Mi jawa khas Gunung Kidul ini dimasak satu per satu menggunakan tungku arang. Nyala bara api harus dijaga agar tidak terlalu besar atau terlampau kecil.

Meskipun sederhana dengan menyediakan sepuluh bangku lesehan maupun bangku duduk, warung Mbah Wito sangat bersih. Jika sedang ramai-ramainya, pembeli rela duduk di emperan di luar warung.

Karena letaknya di tepi jalan raya lingkar luar Gunung Kidul yang sudah sepi kendaraan selepas magrib, pengunjung sekaligus bisa menikmati suasana malam pedesaan dari warung Mbah Wito.

Seperti filosofi pedagang makanan tradisional di Yogyakarta umumnya, Mbah Wito pun mengaku tidak ngoyo dalam berjualan. Dia sudah cukup puas mengelola satu warung dan tidak hendak melebarkan sayap dengan membuka cabang atau mencari lokasi jualan yang lebih strategis.

Selain mi jawa rebus sebagai menu utama, pembeli juga bisa memesan mi jawa goreng atau nasi goreng. Warung Mbah Wito juga menyediakan kekhasan minuman wong Gunung Kidul, yaitu teh poci dengan gula batu. Teh poci Mbah Wito terkenal nasgitel atau panas, legi (manis), dan kental.

Selama 67 tahun berjualan mi tak menyurutkan kecintaan Mbah Wito dan keluarga pada mi jawa. Ketika warung sudah tutup, Mbah Wito selalu menyisihkan beberapa piring mi jawa untuk menu santap malam bersama keluarga. ”Tidak ada bosan-bosannya menyantap bakmi jawa. Bakmi jawa sudah seperti nasi yang harus disantap setiap hari,” ujar Mbah Wito.

Tak harus repot-repot menjadi pejabat untuk turut mencicipi menu berkelas. Cukup datang ke warung mi jawa khas Gunung Kidul-nya Mbah Wito. Letaknya yang hanya beberapa menit dari Kota Wonosari mudah dijangkau dan pastinya tidak akan menguras kantong karena murah. Puas di perut, puas pula di hati…. (Mawar Kusuma)

Related Posts:

0 Response to "MIE MBAH WITO-JAWA BANGET ,KALDU AYAM KAMPUNG"

Posting Komentar